Cari ASKEP Lengkap Disini

Minggu, 16 Oktober 2011

Askep jiwa pada pasien dengan ganguan kognitif


Pengertian

Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. (Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612).
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .

Fungsi Otak

1. Lobus Frontalis
  • Pada bagian lobus ini berfungsi untuk : Proses belajar : Abstraksi, Alasan
2. Lobus Temporal
  • Diskriminasi bunyi
  • Perilaku verbal
  • Berbicara
3. Lobus Parietal
  • Diskriminasi waktu
  • Fungsi somatic
  • Fungsi motorik
4. Lobus Oksipitalis
  • Diskriminasi visual
  • Diskriminasi beberapa aspek memori
5. Sisitim Limbik
  • Perhatian
  • Flight of idea
  • Memori
  • Daya ingat
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :

1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sbb :
  • Kemampuan memecahkan masalah berkurang
  • Hilang rasa sosial dan moral
  • Impilsif
  • Regres
2. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sbb :
  • Amnesia
  • Dimensia
3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi

4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara lain :
  • Gangguan daya ingat
  • Memori
  • Disorientasi
Pengkajian

a. Faktor Predisposisi
  • Gangguan fungsi susunan saraf pusat
  • Gangguan pengiriman nutrisi
  • Gangguan peredaran darah
b. Faktor Presipitasi
  • Hipoksia
  • Anemia hipoksik
  • Histotoksik hipoksia
  • Hipoksemia hipopoksik
  • Iskemia hipoksik
Suplai darah ke otak menurun/berkurang

1. Gangguan metabolisme

Malfungsi endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon
  • Hipotiroidisme
  • Hipertiroidisme
  • Hipoglikemia
  • Hipopituitarisme
2. Racun, Infeksi
  • Gagal ginjal
  • Syphilis
  • Aids Dement Comp
3. Perubahan Struktur
  • Tumor
  • Trauma
4. Stimulasi Sensori
  • Stimulasi sensori berkurang
  • Stimulasi berlebih
c. Perilaku

Delirum adalah : Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan perhatian, memori, pikiran dan orientasi
Demensia : Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak.

Karakteristik Delirium dan demensia
  • Biasanya tiba-tiba
  • Biasanya singkat/ < 1 bulan
  • Racun, infeksi, trauma,
  • Fluktuasi tingkat kesadaran 
  • Disorientasi 
  • Gelisah
  • Agitasi
  • Biasanya perlahan 
  • Biasanya lama dan progressif 
  • Paling banyak dijumpai pada usia & gt; 65 th
  • Hipertensi, hipotensi, anemia. Racun, deficit vitamin, tumor atropi jaringan otak
  • Hilang daya ingat
  • Kerusakan penilaian
  • Perhatian menurun
  • Perilaku sosial tidak
  • Ilusi
  • Halusinasi
  • Pikiran tidak teratur
  • Gangguan penilaian dan pengambilan keputusan
  • Afek labil
  • Sesuai
  • Agitasi
d. Mekanisme koping
  • Dipengaruhi pengalaman masa lalu
  • Regresi
  • Rasionalisasi
  • Denial
  • Intelektualisasi
e. Sumber Koping
  • Pasien
  • Keluarga
  • Teman
Diagnosa Keperawatan
  • Anxietas
  • Komunikasi, kerusakan verbal
  • Resiko tinggi terhadap cedera
  • Sindrom defisit perawatan diri ( mandi,/kebersihan diri, makan, berpakaian, berhias, toileting
  • Perubahan sensori/perseptual ( penglihatan, pendengaran, pengecapan,
  • perabaan, dan penghidu)
  • Gangguan pola tidur
  • Perubahan proses pikir ( Stuart and Sundeen, 1995.hal 556 )
a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan gangguan otak ditandai dengan :
  • Interpretasi lingkungan yang tidak akurat
  • Kurang memori saat ini
  • Kerusakan kemampuan memberikan rasional
  • Konfabulasi
b. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan :
  • Ketakutan
  • Disorientasi yang ditandai dengan perilaku agitasi
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan :
  • Kerusakan kognitif
  • Kehilangan memori saat ini
  • Konfabulasi
Intervensi Keperawatan

a. Identifikasi hasil :
  • Pasien dapat mencapai fungsi kognitif yang optimal
b. Prioritas :
  • Menjaga keselamatan hidup
  • Pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial
  • Libatkan keluarga
  • Pendidikan kesehatan mental
c. Usaha perawatan :
  • Memfungsikan pasien seoptimal mungkin sesuai kemampuan pasien
Implementasi Keperawatan

1. Intervensi Delirium :

a. Kebutuhan Fisiologis
  • Prioritas : menjaga keselamatan hidup
  • Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan
  • Jika pasien sangat gelisah perlu :
  • Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus
  • dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri
  • Gangguan tidur : Kolaborasi pemberian obat tidur, Gosok punggung, Beri susu hangat, Berbicara lembut, Libatkan keluarga, Temani menjelang tidur, Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur, Hindari tidur diluar jam tidur, Mandi sore dengan air hangat, Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll, Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam
b. Disorientasi :
  • Ruangan yang terang
  • Buat jam, kalender dalam ruangan
  • Lakukan kunjungan sesering mungkin
  • Orientasikan pada situasi lingkungan
  • Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar
  • Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur, lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)
  • Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa
  • Ikutkan dalam therapi aktifitas kelompok dengan program orientasi realita (orang, tempat, waktu).
c. Halusinasi
  • Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri
  • Ruangan : Hindari dari benda-benda berbahaya, Barang-barang seminimal mungkin
  • Perawatan 1 – 1 dengan pengawasan yang ketat
  • Orientasikan pada realita
  • Dukungan dan peran serta keluarga
  • Maksimalkan rasa aman
  • Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)
d. Komunikasi
  • Pesan jelas
  • Sederhana
  • Singkat dan beri pilihan terbatas
e. Pendidikan kesehatan
  • Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan
  • sebelumnya
  • Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang : Masalah pasien, Stressor, Pengobatan, Rencana perawatan, Usaha pencegahan, Rencana perawatan dirumah
  • Penjelasan diulang beberapa kali
  • Beri petunjuk lisan dan tertulis
  • Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan
2. Intervensi Demensia :

a. Orientasi
  • Tujuan : Membentuk pasien berfungsi dilingkungannya
  • Tulis nama petugas pada kamar pasien jelas, besar, sehingga dapat dibaca pasien
  • Orientasikan pada situasi lingkungan
  • Perhatikan penerangan terutama dimalam hari
  • Kontak personal dan fisik sesring mungkin
  • Libatkan dalam kegiatan T.A.K
  • Tanamkan kesadaran : Mengapa pasien dirawat, Memberikan percaya diri, Berhubungan dengan orang lain, Tanggap situasi lingkungan dengan menggunakan panca indera, Interaksi personal
  • Identifikasi proses pulang
b. Komunikasi
  • Membina hubungan saling percaya : Umpan balik yang positif, Tentramkan hati, Ulangi kontrak, Respek, pendengaran yang baik, Jangan terdesak, Jangan memaksa
  • Komunikasi verbal : Jelas, Ringkas, Tidak terburu buru
  • Topik percakapan dipilih oleh pasien
  • Topik buat spesipik
  • Waktu cukup untuk pasien
  • Pertanyaan tertutup
  • Pelan dan diplomatis dalam menghadapi persepsi yang salah
  • Empati
  • Gunakan tehnik klarifikasi
  • Summary
  • Hangat
  • Perhatian
c. Pengaturan koping
  • Koping yang selama dipakai ini yang positif positif dimaksimalkan dan yang negatif diminimalkan
  • Bantu mencari koping baru yang posistf
d. Kurangi agitasi
  • Didorong melakukan sesuatu yang tidak biasa dan tidak jelas
  • Beri penjelasan
  • Beri pilihan
  • Penyaluran energi : Perawatan mandiri, Menggunakan kekuatan dan kemampuan dengan tepat, misalnya berolahraga
  • Saat agitasi : Tetap senyum, Tunjukkan sikap bersahabat, Empati
e. Keluarga dan masyarakat
  • Siapkan keluarga untuk menerima keadaan pasien
  • Siapkan fasilitas dalam berinteraksi dengan dimasyarakat
  • Perlu bantuan dalam merawat 24 jam dirumah, yang diprogramkan melalui : Puskesmas, Pos-pos pelayanan kesehatan dirumah sakit
f. Farmakologi
  • Tergantung penyebab gangguan, seperti : Penyakit Alzheimer’s
  • Pada orang tua harus hati-hati, karena keadaan yang sensitive
g. Wandering
  • Perilaku yang harus diperhatikan oleh pemberi perawatan
h. Therapeutik Milieu
  • Stimulasi kognitif
i. Intervensi interpersonal
  • Psychotherapi
  • Life review therafi
  • Untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan individu dan kelompok dengan saling menceritakan riwayat hidup latihan dan terafi kognitif
  • Therapi relaksasi
  • Kelompok pendukung dan konseling
j. Gangguan daya ingat
  • Mulai percakapan dengan menyebut nama anda dan panggil nama pasien
  • Hindarkan konfrontasi atas pernyataan pasien yang salah
  • Penataan barang pribadi jangan dirubah
  • Lakukan program orientasi
Daftar Pustaka
  1. Fortinash, C.M, dan Holloday, P.A. (1991). Psychiatric nursing care plan. St.Louis : Mosby year book
  2. Keltner, N.L, Schueke, L.H dan Bostrom, CE (1991). Psychiatric nursing :a psycho therapeutic management approach. St. Louis : Mosby year book
  3. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis : Mosby year book
  4. Stuart, Gw. And Sundeen S.J (1995). Pendidikan Kesehtan Keluarga . St. Louis Mosby Year book
  5. Stuart, Gw. And Sundeen S,J (1987). Petunjuk Komunikasi dengan Pasien Demensia.St. Louis Mosby year Book
  6. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of Care .Philadelphia, 2nd, Davis Company.
  7. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California : Addison

Askep jiwa pada pasien dengan penyimpangan seksual


Pengertian

Sex merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual

Proses Perkembangan Kesadaran Diri terhadap Seksualitas

Tingkat kesadaran diri perawat terhadap seksualitas mempunyai dampak langsung pada kemampuannya melakukan intervensi keperawatan, menurut Stuart & amp; Sundeen (1995), empat tahap proses kesadaran diri meliputi :

1. Tahap Ketidaksesuaian Kognitif.dapat diatasi dengan :
  • Menghindari tanggung jawab profesional dan tetap berpegang pada keyakinan pribadi
  • Memeriksa fakta bahwa seksualitas merupakan bagian integral dari keadaan manusia
2. Tahap Ansietas
  • Perawat mengalami ansietas, rasa takut dan syok
  • Perawat menyadari bahwa semua orang mengalami ketidakpastian, merasa tidak aman, bertanya-tanya dan bermasalah yang berkaitan dengan seksualitas
3. Tahap Marah
  • Kemarahan umumnya ditujukan pada diri sendiri, klien dan masyarakat
  • Perawat mulai mengakui bahwa masalah yang berkaitan dengan seks dan seksualitas bersifat emosional
4. Tahap Tindakan
  • Pada tahap terakhir ini, perasaan marah mulai berkurang
  • Perawat mulai menyadari bahwa menyalahkan diri sendiri atau masyarakat karena ketidaktahuannya, tidak akan membantu klien dengan masalah seksualnya
Dengan memahami ke empat tahap perkembangan kesadaran perawat tentang seksualitas, akan memudahkan dan memungkinkan perawat untuk menjalankan empat tugas utamanya sebagai perawat berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Johnson, 1989 yaitu :
  1. Berpengetahuan tentang seksualitas dan norma masyarakat
  2. Menggunakan pengetahuan tersebut untuk memahami perbedaan antara perilaku dan sikap orang lain dengan diri sendiri sebagai akibat dari pengaruh sosial budaya
  3. Menggunakan pemahaman ini untuk membantu adaptasi klien dan keadaan sehat yang optimal
  4. Menyadari dan merasa nyaman dengan seksualitas diri sendiri
Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas

1. Pertimbangan Perkembangan
  • Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu
  • Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi
2. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan
  • Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai kepuasan seksual
  • Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit
  • Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan
3. Peran dan Hubungan
  • Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya
  • Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya
  • Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleg dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual
4. Konsep Diri
  • Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas
5. Budaya, Nilai dan Keyakinan
  • Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat mempengaruhi individu
  • Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual
  • Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual
6. Agama
  • Pandangan agama tertenmtu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang
  • Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar
  • Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu
7. Etik
  • Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas
  • Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain
Penyimpangan Perilaku Seksual

1. Transeksualisme
  • Rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidakwajaran seks dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan menyisihkan karakteristik seks primer dan sekunder dan memperoleh karakteristik lawan jenis
2. Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa
  • Tekanan yang kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan keinginan yang kuat untuk berjenis kelamin lawan seks dan penanggalan struktur anatomis individu
3. Pedofilia
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah
4. Eksibisionisme
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/orang yang belum dikenal
5. Sadisme Seksual
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis dan penderitaan fisik
6. Masokisme Seksual
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan ,fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan atau hal-hal lain yang sengaja dilakukan untuk menderita
7. Voyeurisme
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsunag selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang telanjang, sedang menanggalkan pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual tanpa diketahui mereka
8. Fetisisme
  • Terjadi hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantsi atau rangsangan lain dengan menggunakan objek mati
9. Fetisisme Transvestik
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selam 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain
10. Frotterurisme
  • Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berakhir 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain meraba tanpa persetujuam pihak lain
11. Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif
  • Defisit yang menetap/berulang atau tidak terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual
12. Gangguan Keengganan Seksual
  • Keengganan yang berlebihan dan menetap dan menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual
13. Gangguan Rangsangan Seksual
  • Kegagalan yang menetap dan sebagian untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau hilangnya kepuasan seksual selama kegiatan seksual dilakuak
14. Hambatan Orgasme
  • Keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yang menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga profesional terhadap intensitas, lama dan fokus yang sesuai dengan usia individu
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Penyimpangan Seksual

Pengkajian

Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek psikoseksual :
  1. Menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual
  2. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien
  3. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru
  4. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas
  5. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
  6. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual\
  7. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang dibahs, bigitu pula masalah apa yang dihindari klien
  8. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
  9. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual.
Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
  1. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual
  2. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual
  3. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
  4. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan fisik (seksual), depresi.

Batasan Karakteristik :
  • Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual
  • Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital
  • Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas seksual
  • Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual
  • Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi
  • Ejakulasi prematur
  • Nyeri genital selama koitus
  • Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis
Tujuan Jangka Pendek :
  • Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam 1 minggu
  • Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu
  • Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks supaya belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya dalam dimensi waktu ditetapkan sesuai individu
Tujuan Jangka Panjang :
  • Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu)
Intervensi :
  • Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubungan seksual
  • Kaji persepsi pasien terhadap masalah
  • Bantu pasien menetapkan dimensi waktu yang berhubungan dengan awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu
  • Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien
  • Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping
  • Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi seksual
  • Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya
b. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat.

Batasan Karakteristik :
  • Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual
  • Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda
  • Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh getaran melalui praktik yang berbeda
Tujuan Jangka Pendek :
  • Pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubah
  • Pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki
Tujuan Jangka Panjang :
  • Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendiri
  • Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya
Intervensi :
  • Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual
  • Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya
  • Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda
  • Terima dan jangan menghakimi
  • Bantu therapy dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda
  • Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual
Hasil Pasien Yang Diharapkan / Kriteria Pulang
  1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi seksual
  2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa merasa tidak nyaman
  3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi seks yang professional
  4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan dirinya dan pasangannya
  5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada keterbatasan karena penyakit atau tindakan medis

Askep jiwa pada pasien dengan gangguan kepribadian


Pengertian

Kepribadian : Sikap dan perilaku yang menggambarkan diri individu secara utuh dan digunakan untuk menanggapi, berhubungan dan berpikir tentang diri dan lingkungan dalam konteks hubungan personal yg luas.

Gangguan kepribadian dapat diidentifikasi dgn sikap dan perilaku yg tidak fleksibel, mal adapatif, fungsi sosial dan pekerjaan terganggu.

Rentang Respon

Kepribadian sehat   gangguan ciri kepribadian    psikokosis

Kepribadian sehat : sikap dan perilaku individu yang dapat diterima oleh lingkungan tanpa mengganggu integritas dirinya

Gangguan ciri kepribadian : Suatu sikap dan perilaku yang tidak fleksibel, mal adaptif yang dapat mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan

Psikosis : suatu kondisi yang menunjukkan gangguan berat dengan ditandai gangguan kemampuan daya nilai realitas

Pembeda individu normal vs g3 kepribadian
  1. Adaptasi yang tidak fleksibel
  2. Lingkaran setan antara cara persepsi
  3. Kemampuan yang lemah

Pengkajian

1. Faktor Predisposisi
  • Tumbuh kembang : g3 dalam perkembangan persepsi, berpikir dan hubungan dengan orang lain
  • Hubungan dalam keluarga : Pola asuh dan interaksi dalam keluarga yang tidak mendukung proses tumbang
2. Faktor Presipitasi
  • Perpisahan/ kehilangan : orang berarti dalam waktu sementara/ lama (perceraian, kematian atau dirawat di RS
  • Penyakit kronis dan kecacatan : cenderung isolasi diri sehingga g3 pola hubungan
  • Sosial budaya : perubahan status sosek ( perusahaan bangkrut tau tinggal di tempat baru )
Perilaku dan Mekanisme Koping
  1. Jenis gangguan Skizoid : mekanisme koping isolasi
  2. Jenis gangguan Histerionik : mekanisme koping disosiasi,menyerang dan mengingkari
  3. Jenis gangguan Narsistik : mekanisme koping manipulasi, intelektualisasi
  4. Jenis gangguan Boderline : mekanisme koping marah, krisis
  5. Jenis gangguan Menarik diri : mekanisme koping isolasi
  6. Jenis gangguan Tergantung : mekanisme koping ketergantungan
Perilaku Terkait Gangguan Kepribadian

1. Kepribadian histerionik
  • Ciri pokok : sebagai suatu pola pervasif dari emosional dan mencari perhatian yang berlebihan.
  • Gejala : emosional tinggi, mendramatisasi diri, menarik perhatian, manipulatif, toleransi rendah, tidak rasional, tempentantrum, manipulatif, reaksi berlebihan pada stres
2. Kepribadian narsisitik
  • Tidak hangat, tidak responsive, terikat pada aturan (tertib, rapi), perfeksionistik, seriously (tidak dapat rileks, tertawa dan menangis ), hubungan sosial terbatas.
3. Kepribadian borderline
  • Sukar membina hubungan sosial dan personal, depresi, mengeluh perasaan bosan dan hampa, tidak percaya pada orang lain, perasaan sepi, sangat sensitif terhadap penolakan, tidak mampu mengatasi cemas dan frustasi, kontrol diri kurang
4. Kepribadian tergantung
  • Tidak mandiri, orang lain yang mengambil keputusan tentang dirinya, kurang percaya diri, vitalitas dan mobilitas kurang
5. Kepribadian Kompulsif
  • Tidak hangat, tidak responsif, terikat pada aturan (tertib,rapi ), perfeksionistik, seriusly ( tidak dapat rileks, ketawa & amp; menangis), hubungan sosial terbatas
6. Kepribadian menarik diri / menghindar
  • Hiperaktif pada penolakan, menghindari hubungan sosial kecuali dengan jaminan (diterima dan tidak dikritik), menarik diri, temannya terbatas, harga diri rendah, gelisah dan malu jika berbicara dengan orang lain, ingin dikasihani & amp; diterima
7. Kepribadian pasif-agresif
  • Menolak tuntutan untuk berpenampilan adekuat (sosial, pekerjaan), penolakan tidak diungkapkan dengan langsung (menangguhkan, buang2 waktu dan pelupa)
8. Kepribadian schizoid
  • Emosi dingin dan tidak peduli, tanpa kehangatan dan kelembutan, tidak dapat membedakan pujian, kritik pada perasaan orang lain, menolak kontak mata, menghindari komunikasi spontan, tidak tertarik dengan lawan jenis, pikiran paranoid, pikiran magis & masalah komunikasi
Diagnosa Keperawatan
  1. Kerusakan interaksi sosial : isolasi sosial
  2. Gangguan alam perasaan : depresi
  3. Gangguan hubungan dengan orang lain : dependent
  4. Gangguan hubungan dengan orang lain : manipulatif
  5. Isolasi sosial
  6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
  7. Resti amuk
  8. Resti merusak diri
Intervensi Keperawatan

Tujuan umum :
  1. Mencegah terjadinya gangguan jiwa berat
  2. Membantu mengembangkan kemampuan hubungan sosial
  3. Mendorong partisipasi keluarga dalam merawat klien
Implementasi Keperawatan

1. Kepribadian Histerik
  • Bekerja sama dengan klien dan keluarga
  • Terapi perilaku untuk membantu pencapaian tumbang
  • Bantu orang tua untuk mendisiplinkan anak
  • Bantu anak beradapatasi dalam kelompok
  • Respon perawat untuk dipengaruhi gender
2. Kepribadian narsistik
  • Bantu klien mengemembangkan harga diri yang kuat
  • Fasilitasi ledakan rasa marah dan bermusuhan
  • Tanggapi setiap perilaku klien
  • Beri penjelasan singkat, jelas dan terbatas
  • Bantu klien menyadari perasaan, kemampuan dan keterbatasannya
  • Tetapkan harapan yang jelas, konsisten & amp; mantap
  • Bantu klien melepaskan diri dari pengalaman yang menyakitkan
  • Beri umpan balik perilaku klien
  • Libatkan dalam terapi kelompok
  • Lakukan terapi keluarga
3. Kepribadian Borderline
  • Ciptakan lingkungan yang terapeutik
  • Kerja sama dengan klien dan keluarga
  • Lakukan kontrak dengan klien dalam pencapaian tujuan
  • Hindari tawar menawar
  • Gunakan contoh peran, teknis reinforcement
  • Konfrontasi perilaku klien yang tidak sesuai
  • Identifikasi perilaku destruktif & amp; pantau perilaku regresi penanganan segera
  • Identifikasi kebutuhan klien yang membutuhkan
  • Libatkan dalam terapi kelompok
  • Berikan terapi dengan tepat
4. Kepribadian Tergantung
  • Rancang batasan usia yang sesuai dan konsisten
  • Libatkan keluarga dan orang terdekat
  • Hindari perilaku balas dendam dan tekankan tanggung jawab terhadap perilaku, pikiran dan perasaan
  • Beri kesempatan untuk mengontrol kehidupan perilakunya
  • Tunjukkan penerimaan/ pengakuan terhadap keputusan klien
  • Tetap beri informasi tentang kegiatan terapi
  • Arahkan klien pada pemikiran rencana masa depan
5. Kepribadian Kompulsif
  • Ekspresif psikoterapi
  • Diskusikan efek stress dan beri saran
  • Cegah ketidak jelasan
  • Beri penekanan pada kebutuhan dengan contoh konkrit
  • Strategi perilaku dan kognitif sangat berguna
  • Terapi kelompok untuk orang tua dan keluarga
6. Kepribadian Menghindar
  • Bina hubungan saling percaya
  • Bantu klien menerima kritik orang lain
  • Bantu klien mengkritik diri sendiri
  • Bantu klien agar keluar dari lingkaran kritik dengan mengkonfrontasi kesepiannya
  • Bantu klien untuk sosialisasi dan mendapat teman
  • Beri reinforcement akan kemampuan yang telah dimiliki klien
7. Kepribadian Pasif – Agresif
  • Beri batasan perilaku dan lingkungan
  • Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan secara konstruktif
  • Beri kesempatan berpengalaman dalam kelompok
  • Tingkatkan hubungan sosial
  • Lakukan terapi perilaku
8. Kepribadian Skizoid
  • Lakukan kontrak P – K
  • Tingkatkan sosialisasi
  • Hindari isolasi dan perawatan institusional
  • Libatkan dalam terapi okupasi dan terapi kelompok
Evaluasi
  1. Klien mampu berhubungan dengan orang lain secara efektif
  2. Perilaku klien merefleksikan kemampuan dalam hubungan : percaya, terbuka dan kerja sama
  3. Sumber koping

Askep jiwa pada pasien dengan harga diri rendah

Pengertian

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.

Proses Terjadinya Masalah

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun dipelajari. 

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.

Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.

Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :

1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian yang megancam.

2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :
  • Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk penyesuaian diri.
  • Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
  • Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara: 

1. Situasional
  • Yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik
  • Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji

1. Masalah keperawatan
  • Resiko isolasi sosial: menarik diri.
  • Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
  • Berduka disfungsional.
2. Data yang perlu dikaji

a. Data subyektif:
  • Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif:
  • Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
  2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
Intervensi Keperawatan

1. Tujuan umum :
  • Sesuai masalah (problem).
2. Tujuan khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

Tindakan :
  • Bina hubungan saling percaya : Salam terapeutik, Perkenalan diri, Jelaskan tujuan inteniksi, Ciptakan lingkungan yang tenang, Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
  • Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
  • Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
  • Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :
  • Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
  • Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis.
  • Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. 

Tindakan :
  • Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
  • Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :
  • Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
  • Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
  • Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.

Tindakan :
  • Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
  • Beri pujian atas keberhasilan
  • Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan:
  • Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
  • Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
  • Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
  • Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Daftar Pustaka
  1. Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
  2. Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
  3. Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
  4. Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
  5. Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
  6. Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

Askep jiwa pada pasien dengan skizofrenia


Pengertian 

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Penyebab

1. Keturunan
  • Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
2. Endokrin
  • Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
  • Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
4. Susunan saraf pusat
  • Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5. Teori Adolf Meyer
  • Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
6. Teori Sigmund Freud
  • Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7. Eugen Bleuler
  • Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
8. Teori lain
  • Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
9. Ringkasan
  • Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
Pembagian Skizofrenia

Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek
  • Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
  • Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
  • Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
  • Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
5. Episode Skizofrenia akut
  • Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
  • Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
7. Skizofrenia Skizo Afektif
  • Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik

1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;
  • Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).
  • Tidak terdapat waham yang sistemik
  • Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.
2. Gejala Klinik : Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
  • Inkoherensi yang jelas
  • Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan.
  • Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.
  • Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.
  • Menyertai pelanggaran (mennerism) berkelakar.
  • Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
  • Berbagai perilaku tanpa tujuan.
Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

Konsep Dasar Halusinasi

Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.

Proses terjadinya halusinasi

1. Fase pertama
  • Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.
2. Fase kedua
  • Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
3. Fase ketiga.
  • Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
4. Fase keempat
  • Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan
Tanda – tanda halusinasi 

Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba – tiba, arah gelisah.

Jenis halusinasi

1. Halusinasi dengar
  • Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.
2. Halusinasi terlihat
  • Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.
3. Halusinasi penciuman
  • Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.
4. Halusinasi kecap
  • Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
5. Halusinasi raba
  • Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian meliputi :
  • Identitas klien
  • Keluhan utama/alasan masuk
  • Faktor predisposisi
  • Dimensi fisik / biologis
  • Dimensi psikososial
  • Status mental
  • Kebutuhan persiapan pulang
  • Mekanisme koping
  • Masalah psikososial dan lingkungan
  • Aspek medik
Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.

Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa keperawatan

Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi

Tujuan Umum :
  • Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :

1. Klien dapat hubungan saling percaya :

a. Bina hubungan saling percaya
  • Salam terapeutik
  • Perkenalan diri
  • Jelaskan tujuan interaksi
  • Ciptakan lingkungan yang tenang
  • Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.

c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;
  • Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan ?
  • Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
  • Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
  • Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien tentang ;
  • Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
  • Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.

c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :
  • Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).
  • Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinasinya.
  • Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
  • Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.

e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.

f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :

a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
  • Gejala halusinasinya yang dialami klien
  • Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi
  • Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
  • Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :
  • Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
  • Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya.
  • Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan.
  • Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.
  • Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)
2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).

Tujuan Umum :
  • Klien dapat melakukan komunikasi verbal
Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.

b. Jangan membantah dan mendukung waham klien.
  • Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan anda, disertai ekspresi menerima.
  • Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya untuk mempercayainya disertai ekspresi ragu dan empati.
  • Tidak membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindung.
  • Gunakan keterbukaan dan kejujuran
  • Jangan tinggalkan klien sendirian
  • Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak sendirian.
2. Klien dapat mengindentifikasi kemampuan yang dimilki
  • Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realitas.
  • Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
  • Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari – hari)
  • Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada.
3. Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi :
  • Observasi kebutuhan klien sehari – hari.
  • Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah / di RS.
  • Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
  • Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien (buat jadwal aktivitas klien).
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas :
  • Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu)
  • Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas
  • Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat dukungan keluarga :
  • Gejala waham.
  • Cara merawatnya.
  • Lingkungan keluarga.
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
  • Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian.
  • Diskusikan perasaan klien setelah minum obat
  • Berikan obat dengan prinsip 5 tepat
3. Doagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan Umum :
  • Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat
Tujuan Khusus :

1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri
  • Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya.
  • Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati.
  • Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya.
  • Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri
  • Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.
2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dirinya.
  • Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien
  • Diskusikan dengan keluarga
  • Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
  • Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga

Askep jiwa pada pasien curiga

Proses terjadinya masalah

Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari luar.

Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan agresifitas, ketergantungan, afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.

Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa bayi. Tidak terpenuhinya karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas. 

Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.

Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga

Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan yang timbul akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya diri terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G). Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul sebagai proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini muncul pada klien ).

Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.
Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan panjang. (masalah ini ada pada diri klien)

Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)

Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada pada diri klien)

Pelaksanaan Proses Keperawatan

Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan jangka panjang, Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan secra lengkap ada pada lampiran.

1. Diagnosa keperawatan I : Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan marah secara konstruktif.

Tujuan Panjang :
  • Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Intervensi :
  • Membina hubungan saling percaya dengan klien .
  • Memelihara ketenangan lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
  • Mempertahankan sikap perawat secara konsisten.
  • Mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah.
  • Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada orang yang sedang marah.
  • Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilakukan bila klien marah.
  • Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara konstruktif.
  • Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) tentang marah pada klien , apa yang sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien cuti.
Evaluasi :
  • Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.
  • Berespon secara verbal.
  • Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
  • Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
  • Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
  • Klien mengatakan kalau amuk itu tidak baik.
  • Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
  • Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik relaksasi, tehnik asertif.
2. Diagnosa keperawatan II : Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.

Intervensi :
  • Membina hubungan saling percaya.
  • Bersikap empati pada klien.
  • Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .
  • Mengadakan kontak sering dan singkat.
  • Meningkat respon klien terhadap realita.
  • Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon klien.
  • Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
  • Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
  • Klien disiplin dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut  :
  • Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi kecurigaan.
3. Diagnosa Keperawatan III : Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.

Tujuan Panjang :
  • Penampilan klien rapi dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan diri.
Intervensi :
  • Memperhatikan tentang kebersihan klien .
  • Mendiskusikan dengan klien tentang gunanya kebersihan.
  • Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
  • Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
  • Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.
  • Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.

Askep jiwa pada pasien depresi


I. MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan: depresi.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

III. A. POHON MASALAH
clip_image001AKIBAT

clip_image003 PENYEBAB



Masalah Keperawatan Yang Perlu di Kaji

1. Gangguan alam perasaan: depresi

a. Data subyektif
  • Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
b. Data obyektif
  • Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.Proses berpikir terlambat, seolah olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu.
2. Koping maladaptif
  • DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
  • DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
  2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
Intervensi Keperawatan

a. Tujuan umum :
  • Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:
  • Perkenalkan diri dengan klien
  • Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
  • Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
  • Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
  • Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
  • Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
2. Klien dapat menggunakan koping adaptif

Tindakan :
  • Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
  • Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
  • Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
  • Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
  • Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
  • Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
  • Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

Tindakan :
  • Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
  • Jauhkan dan simpan alat alat yang dapat digunakan oleh pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
  • Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
  • Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh perawat/petugas.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan :
  • Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusannya.
  • Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
  • 4Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan :
  • Kaji dan manfaatkan sumber sumber eksternal individu (orang orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
  • Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
  • Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan :
  • Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
  • Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
  • Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
  • Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

ASKEP ANGINA PEKTORIS


  1. PENGERTIAN
1.       Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel.  (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik, 1993)
2.       Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti.  (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
3.       Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)

  1. ETIOLOGI
1.       Ateriosklerosis
2.       Spasme arteri koroner
3.       Anemia berat
4.       Artritis
5.       Aorta Insufisiensi

  1. FAKTOR-FAKTOR RESIKO
1.       Dapat Diubah (dimodifikasi)
a.       Diet (hiperlipidemia)
b.       Rokok
c.       Hipertensi
d.       Stress
e.       Obesitas
f.        Kurang aktifitas
g.       Diabetes Mellitus
h.       Pemakaian kontrasepsi oral
2.       Tidak dapat diubah
a.       Usia
b.       Jenis Kelamin
c.       Ras
a.       Herediter
b.       Kepribadian tipe A

  1. FAKTOR PENCETUS SERANGAN
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
1.       Emosi
2.       Stress
3.       Kerja fisik terlalu berat
4.       Hawa terlalu panas dan lembab
5.       Terlalu kenyang
6.       Banyak merokok


  1. GAMBARAN KLINIS
1.       Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.
2.       Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
3.       Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
4.       Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
5.       Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines.
6.       Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
7.       Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

  1. TIPE SERANGAN
1.       Angina Pektoris Stabil
q  Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.
q  Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
q  Durasi nyeri 3 – 15 menit.
2.       Angina Pektoris Tidak Stabil
q  Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.
q  Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
q  Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
q  Kurang responsif terhadap nitrat.
q  Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.
q  Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.
2.       Angina Prinzmental (Angina Varian).
q  Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
q  Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
q  EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.
q  Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
q  Dapat terjadi aritmia.

  1. PATOFISIOLOGI
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner).  Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.  Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan.  Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat.  Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.  Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.  Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %.  Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang.  Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.  Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri.  Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.  Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.  Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ANGINA PEKTORIS


Pengkajian
1. Biodata Pasien : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Biodata Penaggung Jawab : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat.
3. Riwayat Kesahatan Pasien :
  • Riwayat Kesehatan Dahulu
  • Riwayat Kesehatan Sekarang
  • Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Kebiasaan Sehari-hari :
  • Makan dan Minum
  • Eliminasi : BAK dan BAB
  • Personal Hygiene
5. Pemeriksaan Fisik / Head To Toe

Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
  2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah jantung.
  3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
  4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard
Intervensi :
  • Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.
  • Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30 jam pertama) dengan posisi semi fowler.
  • Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.
  • Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.
  • Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.
  • Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.
  • Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
  • Kolaborasi pengobatan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.
Intervensi :
  • Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.
  • Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.
  • Catat warna kulit dan kualitas nadi.
  • Tingkatkan katifitas klien secara teratur.
  • Pantau EKG dengan sering.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
Intervensi :
  • Jelaskan semua prosedur tindakan.
  • Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.
  • Dorong keluarga dan teman untuk menganggap klien seperti sebelumnya.
  • Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
  • Kolaborasi.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
  • Tekankan perlunya mencegah serangan angina.
  • Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina.
  • Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, perubahan diet dan olah raga.
  • Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama aktifitas, hindari tegangan.
  • Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.
  • Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.
Daftar Pustaka
  1. Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC, 2000.
  2. Chung, EK, Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Jakarta, EGC, 1996
  3. Doenges, Marylinn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC, 1998
  4. Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume 2, Jakarta, EGC, 1998
  5. Long, C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah 2, Bandung, IAPK, 1996
  6. Noer, Sjaifoellah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI, 1996
  7. Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi Buku I Jakarta, EGC, 1994
  8. ……., Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik (Kumpulan Bahan Kuliah edisi ketiga),Jakarta : RS Jantung Harapan Kita, 1993.
  9. Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien Volume I, Jakarta, EGC, 1998
  10. Underwood, J C E, Pathologi Volume 1 , Jakarta, EGC, 1999