Cari ASKEP Lengkap Disini

Minggu, 16 Oktober 2011

Askep Sindrom nefrotik

A. Pengertian

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria,  hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh:
  • Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
  • Penurunan albumin dalam darah
  • Edema
  • Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)
Tanda – tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus (Sukiane, 2002).

B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
ü      Malaria kuartana atau parasit lainnya.
ü      Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
ü      Glumerulonefritis akut atau kronik,
ü      Trombosis vena renalis.
ü      Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
ü      Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
4. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
5. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
6. Glomerulonefritis proliferatif
  • Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
  • Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
  • Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
  • Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
  • Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
7. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

C. Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Hilangnya protein  dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.

D. Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
  • Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
  • Hipoalbuminemia < 30 g/l.
    • Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan  edema muka, ascxites dan efusi pleura.
    • Anorexia
    • Fatique
    • Nyeri abdomen
    • Berat badan meningkat
    • Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
    • Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
E. Komplikasi
ü      Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
ü      Tromboembolisme (terutama vena renal)
ü      Emboli pulmo
ü      Peningkatan terjadinya aterosklerosis
ü      Hypovolemia
ü      Hilangnya protein dalam urin
ü      Dehidrasi

F. Pemeriksaan Diagnostik
v     Adanya tanda klinis pada anak
v     Riwayat infeksi saluran nafas atas
v     Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
v     Menurunnya serum protein
v     Biopsi ginjal

G. Penatalaksanaan Terapeutik
  • Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
  • Pembatasan sodium jika anak hipertensi
  • Antibiotik untuk mencegah infeksi
  • Terapi diuretik sesuai program
  • Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
  • Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SYNDROOM NEFROTIK
 
Pengkajian
a.Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.

c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 - 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 - 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 - 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
 

2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 - 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
1. Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. Rasional : Meminimalkan masuknya organisme.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.
d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi :
1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya.
2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan.
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.
 

DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
——-, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar